Angin Puyuh Dunia dalam Cangkir: World of Coffee Jakarta 2025

Gambar :  AJANG DUNIA KOPI: Pakar kopi asal Jepang sekaligus President of Sanyo Sangyo, Shigeji Nakatsuka, lihai melakukan demo kopi tetes pada perhelatan World of Coffee Jakarta di Jakarta International Convention Center, Senayan, Jakarta, pada 15-17 Mei 2025. Berbagai kopi dunia, termasuk Indonesia disuguhkan kepada pengunjung. (Postmodum)

Postmodum-Jakarta, UDARA berderak dengan energi yang lebih kuat tiga kali lipat daripada espresso. Harum kopi mengental pekat seakan menghadirkan kemurnian dan keunikan di setiap biji-bijinya yang tersaji dengan penuh daya magis.

Ya, Indonesia baru saja melangsungkan World of Coffee Jakarta, pada 15-17 Mei 2025 secara gempita di Senayan. Ini bukan hanya sebuah acara biasa, namun lebih kepada konvergensi global dari aroma, cita rasa, dan jiwa-jiwa yang bersemangat dalam mendedikasikan hidup mereka untuk biji kopi yang sederhana.

Mari lupakan sejenak presentasi yang kaku dan jargon utopia perusahaan-perusahaan yang terlibat. Festival ini ialah perayaan yang mengalir bebas sehingga ada ledakan sensorik di mana kisah setiap biji terungkap secara organik.

Menjelajahi Jakarta Convention Center terasa seperti melintasi benua. Sesaat, aroma cokelat bercampur kopi Mandailing dari Sumatra Utara, menyelimuti. Kemudian berikutnya, aroma jeruk cerah dari Yirgacheffe Etiopia menari di langit-langit mulut kita. Produser, barista, dan peminat dengan mata terbelalak berbaur. Percakapan mereka merupakan perpaduan bahasa yang hidup dan semangat bersama.

Kami menemukan sekelompok orang yang ramai berkumpul di sekitar karung goni yang dipenuhi kacang hijau cerah. Berasal dari sebuah perkebunan kecil di dataran tinggi Kintamani, Bali, dengan sebuah potret seorang petani. Tangannya yang kapalan, tetapi matanya berbinar-binar dan bersemangat menggambarkan proses cermat memetik setiap buah ceri dengan tangan pada puncak kematangannya.

Kisah potret petani bukanlah promosi penjualan. Itu adalah narasi yang menyentuh hati kita tentang warisan keluarganya, tanah vulkanik yang subur tanamannya, dan tarian lembut antara sinar matahari serta hujan yang membentuk karakter uniknya.

“Ini acara yang bagus untuk menjalin kerja sama. Kami menyajikan kopi-kopi lokal yang didatangkan langsung dari tangan petani,” ujar Director of Tanamera Coffee Indonesia John Lee di sela-sela acara World of Coffee Jakarta kepada Postmodum.

Hanya berjarak beberapa meter, udara berdengung dengan denting portafilter yang berirama. Barista, seniman dengan ciri khasnya sendiri, memamerkan keahlian mereka dengan cara mengubah biji sangrai yang asli menjadi puisi cair.

Seorang wanita muda dari Chili, dengan intensitas terfokus, membuat angsa latte art yang lembut, menjelaskan bagaimana tekstur mikrofoam dan ketepatan tuang dapat meningkatkan rasa manis yang melekat pada kopi. Itu bukan hanya demonstrasi teknik, tetapi juga penghormatan terhadap potensi biji-biji kopi.

Begitu pula, seorang pakar kopi asal Jepang sekaligus President of Sanyo Sangyo, Shigeji Nakatsuka, yang lihai melakukan demo kopi tetes manual sehingga mengundang decak kagum pengunjung. Teknik itu disebut sebagai Cafec-quality hand drip from Japan.

Nakatsuka membuat kopi tetes (drip coffee) dengan menuangkan air panas ke biji kopi bubuk. Ia membiarkannya terseduh sambil meresap. Ada beberapa metode untuk melakukannya, termasuk menggunakan penyaring.

Istilah yang digunakan untuk kopi yang dihasilkan sering kali mencerminkan metode yang digunakan, seperti kopi yang diseduh dengan tetes atau kopi yang disaring secara umum dalam masyarakat Indonesia.

“Silakan coba dicicipi dan diresapi aromanya. Saya membuatnya dengan sepenuh hati. Resepnya sederhana, yaitu pada cita rasa kopi dan cara buatnya saja. Kopi ini lokal di sini (Indonesia),” ujar Nakatsuka ramah, seraya menyodorkan secangkir kopi.

Pertemuan jagoan peracik kopi

Ruang utama di Jakarta Convention Center menjadi sarang eksplorasi sensorik yang terfokus. Di sini, para profesional dan amatir sama-sama menyeruput dan menikmati, wajah mereka terukir dengan konsentrasi saat mereka mengidentifikasi nuansa rasa. Ada sentuhan melati, nada karamel, dan keasaman halus yang memberikan percikan yang hidup.

Pesta kopi ini ialah ruang demokratis di mana benih kopi berbicara untuk dirinya sendiri dan dinilai murni berdasarkan kualitas bawaannya. Namun, ini festival lebih dari sekadar mencicipi dan berbicara. Ini sebagai tempat peleburan inovasi. Kita bisa melihat teknologi pemanggangan mutakhir yang menjanjikan konsistensi dan keberlanjutan yang lebih baik, perangkat pembuatan bir baru yang ramping mendorong batas-batas ekstraksi, dan bahkan solusi pengemasan bio yang bertujuan meminimalkan jejak lingkungan industri. Masa depan kopi, tampaknya, sedang dibentuk secara aktif di dalam aula yang ramai ini.

 

Begitu pula seorang pembeli dari Singapura dan seorang pemimpin koperasi dari Indonesia membahas praktik perdagangan yang adil dengan rasa saling menghormati yang nyata. Ini bukan hanya pameran dagang; ini adalah komunitas global yang berkumpul, terikat oleh kecintaan mereka pada minuman yang menghubungkan budaya dan memicu percakapan di seluruh dunia.

Di penghujung acara, terpatnya di hari ketiga, tercuat nama-nama baru dalam ajang perlombaan 2025 World Brewers Cup. Ada sembilan pemenang yang diumumkan secara gegap gempita. Kesembilan pemenang, yaitu; juara pertama George Jinyang Peng (China), kedua diraih Bayu Prawiro (Indonesia), dan ketiga didapuk Carlos Escobar (Kolombia). Selain itu, keempat ditempati Elysia Tan (Singapura), kelima ditempati Andrea Batacchi (Italia), keenam diraih Justin Bull (Amerika Serikat), ketujuh diduduki Lakis Psomas (Swedia), kedelapan diraih Alireza (Turki), dan kesembilan didapuk oleh Raul Rodas (Guatamala).

Saat matahari mulai terbenam di bawah cakrawala Jakarta, lampu-lampu gedung memancarkan cahaya hangat di atas area festival sehingga energinya tidak menunjukkan tanda-tanda memudar. Festival kopi dunia ini bukti perjalanan satu benih. Muasalnya dari pertanian hingga cangkir dan tangan serta hati yang tak terhitung jumlahnya yang terlibat di sepanjang perjalanan.

Ini menjadi pengingat bahwa dalam setiap tegukan kopi, ada cerita, budaya, dan permintaan dunia yang sedang menunggu. Ya, di sinilah, World of Coffee Jakarta yang semarak, dunia telah menyatu dalam ikatan kerja sama. Orang-orang pun berkisah dan berkafein dalam sebuah pertemuan global. (P-1)