SEKAWANAN pengunjung remaja nampak antusias. Mereka datang untuk melihat-lihat karya Eko Rahmy dalam pameran lukisan tunggal bertajuk Notasi Visual: metamorphic colony yang digelar di Galeri Zen1, Menteng, Jakarta Pusat. 

Pameran tersebut berlangsung pada 4 Juli sampai 20 Juli 2025. Nuansa karya abstrak ekspresionis begitu kental Rahmy hadirkan sebagai bentuk atas permenungannya dalam memaknai segala sesuatu yang ia lihat dan rasa dalam perjalanan kesenimanannya. Alam masih sebagai pedoman baginya menuangkan keresahan yang absurd

Tengok saja, karya berjudul Notasi Alam (200 x 286 cm, akrilik dan cat minyak pada kanvas, 2025), menghadirkan unsur deformasi abstrak; antara abstrak ekspresionisme dan naturalisme yang dihadirkan dengan dominasi warna merah, kuning, dan biru. 

Memang, sulit bagi pengunjung awam ketika melihat dan mencoba memahami lukisan Rahmy. Namun, garis-garis yang lekat dengan unsur deformasi memberikan pesan tentang kerusakan alam yang selalu saja terjadi dalam kehidupan di sekitar kita. Jika lingkungan tidak dijaga, maka dapat mendatangkan kesengsaraan bagi makhluk hidup. 

Baca juga: Mengunjungi Galeri Seni Davydkovo di Rusia

Karya lain yang begitu memikat mata, yaitu Tentang Laut (akrilik pada kanvas, 140 x 300 cm, 2024). Obyek dalam lukisan ini menghadirkan unsur flora dengan latar belakang pemandangan laut. Lautan yang bermetafora seperti kisah-kisah tentang kerinduan dan penantian yang dihadirkan sang pelukis. 

“Senang bisa mampir dan melihat karya-karya di pameran ini. Suka dengan garis dan warna yang cerah. Unsur alam jelas sekali bisa terlihat di beberapa karya dalam pameran ini,” ujar salah satu pengunjung, Rifha Kamila, yang datang berkunjung bersama temannya, Rabu (10/7) sore. 

 

Permadani warna

Di dunia seni abstrak Indonesia yang semarak, Rahmy menonjol sebagai suara yang khas, menerjemahkan keindahan dan kompleksitas alam yang mendalam ke dalam permadani warna, bentuk, dan tekstur yang kaya. 

Seniman yang berbasis di Yogyakarta, kota yang terkenal dengan warisan seninya, Rahmy telah mengukir ceruk pasarnya dengan mengeksplorasi tema-tema yang beresonansi erat dengan lanskap subur dan ekosistem beragam kepulauan Indonesia. 

Inspirasi Rahmy tak diragukan lagi berasal dari alam. Jauh dari sekadar mereplikasi lanskap, pendekatannya sangat introspektif, berfokus pada pengalaman sensorik dan resonansi emosional yang ditimbulkan oleh alam. 

Rahmy menggali secara detail mikroskopis sehelai daun, pola luas sungai yang mengalir, atau pergeseran dramatis cahaya di pegunungan. Ia menyaring pengamatan ke dalam bentuk abstraknya yang paling murni. Ini ialah proses menginternalisasi rangsangan eksternal, kemudian mengekspresikannya melalui bahasa artistiknya yang unik. 

Notasi Alam

Notasi Alam (200 x 286 cm, 2025).

Kanvasnya seringkali penuh dengan vitalitas organik. Kita mungkin melihat gerakan berputar yang mengingatkan pada arus laut, pola rumit yang mencerminkan urat daun, atau tekstur berlapis yang membangkitkan kekasaran batuan vulkanik. 

Hal ini dapat dilihat lewat karya berjudul Cerita dari Laut (akrilik pada kanvas, 150 x 135 cm, 2025). Unsur deformasi hayati laut yang ditampilkan memberikan simbol pada kisah-kisah masyarakat yang hidup di pulau. Baik aktivitas nelayan, maupun rusaknya terumbu karang. 

Tak diayal, Rahmy terinspirasi oleh alam, mulai dari hijau tanah, biru tua, oranye menyala, sampai cokelat halus yang sering mendominasi karya-karyanya. Begitu juga semburat warna kontras tak terduga yang meniru keindahan alam liar yang menakjubkan. 

Lebih dari sekadar visual, karya seni Rahmy seringkali membawa pesan mendalam tentang keterkaitan semua makhluk hidup dan keseimbangan lingkungan kita yang rapuh. Di dunia yang berkembang pesat, karyanya berfungsi sebagai pengingat yang lembut. Namun, kuat akan ketenangan dan kebijaksanaan yang melekat pada alam. Itu mendorong pengunjung untuk berhenti sejenak, merenung, dan terhubung kembali dengan sumber keberadaan kita. 

Dedikasi Rahmy pada ekspresi abstrak, yang dipadukan dengan penghormatannya secara mendalam terhadap alam, menjadikan karya seninya tidak sekadar memikat secara visual. Namun juga, sangat beresonansi menawarkan jendela ke dalam jiwa keindahan alam Indonesia melalui lensa kontemporer yang menarik. 

 

Aspek spesifik teknik

Menurut catatan kuratorial dari Kurator sekaligus Dosen Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, Rizki Akhmad Zaelani, lukisan-lukisan Rahmy nampak menjauhi cara mewujudkan bentuk-bentuk yang representasional dan justru menghidupkan hasil persilangan bentuk-bentuk yang ekspresif serta formal. 

Karya-karya itu, menurut Rizki, mengingatkan pada arus perkembangan seni lukis Yogyakarta, suatu masa disekitar tahun 1990-an, saat kecenderungan seni lukis abstrak ekspresionisme Yogya berkembang subur. Melihat lebih dekat lagi lukisan-lukisan tersebut kita bahkan bisa menemukan jejak ekspresi persilangan pengaruh dari karya-karya para maestro Yogyakarta. Sebut saja, Widayat dan Fadjar Sidik. Namun tentu, Rahmy tetap mampu menghidupkan karakter bentuk-bentuk dan warna khas ciptaannya. 

Hasil persilangan ini, lanjut Rizki, menunjukkan cara ‘komunikasi visual’ yang khas, menjauh dari konvensi cara berbahasa yang bersifat umum. Ungkapan ekspresif memang berlaku lebih efektif dalam menangkap dan mengungkap hal yang terasakan subtil, seperti: tangisan, bisikan, sengau, desah, atau rintihan. 

Notasi Visual

Melihat karya-karya pada Pameran Notasi Visual. (Postmodum)

Ekspresi lukisan Rahmy diungkapkan untuk ‘mengangkat elemen-elemen warna dan garis sebagai ‘bahasa’ yang khas, bersifat analogis ketimbang konvensional. Rahmy pun pernah menjelaskan bahwa ekspresi karya-karyanya berasal dari inspirasi alam di mana ia belajar dari berbagai fenomena yang ditunjukkan alam. Rahmy memang gemar memperhatikan, menyerap, dan berusaha terus merenungi ‘apa yang dipertontonkan oleh alam’ serta menganggapnya sebagai pengalaman apresiatif yang memberinya pelajaran. 

Ekspresi lukisan-lukisan Rahmy, lanjut Rizki, pada akhirnya nampak jadi semacam koloni bentuk dan warna yang seakan hendak terus mengalami perubahan dan bergerak. Hal itu, menunjukkan efek transformatif, sejalan dengan cara kita masing-masing dalam menikmatinya. Kekuatan ekspresi Rahmy itu menyajikan susunan warna, bentuk, dan terutama garis yang kuat untuk menciptakan sensasi khas yang melibatkan cara penikmatan kita di dalamnya. 

Sayang, satu dua karya dalam pameran tersebut tidak terlihat menawan alias kanvas yang mengkerut. Ada kanvas yang terlihat bergelombang akibat terbentur, tertumpah cat saat melukis, atau barangkali terkena percikan air saat proses mobilisasi karya dari Yogyakarta ke Jakarta. 

Meski begitu, melalui pameran Notasi Visual, ada pesan mendalam tentang bagaimana seniman memaknai setiap unsur-unsur alam yang dituangkan secara abstraksi dalam setiap kanvas. Sedikitnya ada 18 karya Rahmy mampu memberikan sumbangsi dalam ranah dunia abstrak di Republik ini. Ia tidak sekadar bermain dengan goresan warna, namun jauh dari itu ialah pesan tentang alam yang perlu dilestarikan dan dijaga dengan bijaksana. (P-1)

Leave a Comment

Recent Article