PIJARAN siluet cahaya merah keemasan pecah di antara celah pepohonan hijau. Angin sepoi terasa di ujung hidung. Paras Gunung Salak sekilas pun tampak jelas dari Pegasus Stable yang berada di Kinasih Resort, Bogor, Jawa Barat (Jabar). 

Samuel Sampurno Prawiro (29) dan adiknya Johan Wahyu Hasmoro Prawiro, tampak bercakap-cakap santai di bibir pagar lapangan berkuda. Sembo, sapaan Samuel, santai mendengar sambil menyeruput minuman segar seusai berlatih bersama salah satu kuda terbaiknya. 

Olahraga berkuda (equestrian sports) sangat populer dan tertua di dunia. Pertunjukan kuda dan khususnya cabang olahraga berkuda dan penunggang kuda, telah diadakan di Olimpiade musim panas. 

Tiga cabang olahraga yang termasuk dalam olahraga tersebut, yaitu ketangkasan berkuda (dressage), lompat rintangan (show jumping), dan lintasan berburu (hunter trails). Istilah ini tidak termasuk pacuan kuda, rodeo, dan polo. 

Melalui equestrian sports, ada hubungan yang unik dan dekat. Hal itu melampaui dinamika atlet dan pelatih pada umumnya. Ya, serupa balet sebab kekuatan dan keanggunan performa dihadirkan sebagai bukti kepercayaan dan kedisiplinan. 

Dua spesies berbeda, hewan dan manusia, menjadi satu entitas yang tangguh. Ini kisah tentang kuda yang stabil, pemilik yang berdedikasi, dan penunggang kuda yang apik. Sebuah trinitas yang mewujudkan semangat keunggulan olahraga berkuda. 

Samuel Prawiro menyentuh kudanya. (Postmodum)

Sejenak, Sembo dan Johan berjalan melewati jalan setapak menuju ke kandang. Ada dengungan ketenangan ekosistem yang dibangun di sekitarnya. Udara dipenuhi aroma jerami dan obat gosok untuk kuda-kuda tangguh yang ada di Pegasus Stable. 

Ini bukan sekadar hewan-hewan peliharaan. Namun, mereka disetel secara baik, dibesarkan dengan kasih sayang, dan dilatih untuk kinerja puncak. Kuda-kuda berotot, kulit yang kencang, dan mata yang cerdas mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sahabat manusia. 

Maestro Blanco (2008), si “kebiri berdarah panas”, dikenal karena lompatannya yang kuat dan temperamennya yang tak tergoyahkan. Hari Blanco dimulai sebelum fajar, dengan diet yang dikurasi secara cermat, sesi perawatan menyeluruh, dan rutinitas pemanasan yang dirancang untuk menyempurnakan fisiknya. 

Saat Sembo menghampiri Blanco untuk memberikannya makanan, ia sangat jinak. Kuda putih yang dulu didatangkan langsung dari Spanyol itu, menjadi salah satu kesayangannya. “Sekarang sudah tua, namun masih tangguh. Ini kesayangan saya,” ujar Sembo seraya mengusap-usap kepala Blanco, pekan lalu. 

Perjalanan Sembo seperti banyak penunggang kuda lainnya, dimulai lebih awal, didorong oleh kecintaan turun-temurun pada kuda. Tangannya, kapalan karena memegang kendali selama bertahun-tahun. 

Postur Blanco, baik di dalam maupun di luar kandang, memancarkan kekuatan yang tenang dan fokus yang tak tergoyahkan. “Setiap hari diberi makan tiga kali. Mulai dari pelet, rumput hijau, jerami, sampai suplemen juga diperlukan untuk kesehatan,” papar Sembo. 

Kuda dan penunggang 

Hubungan antara Sembo dan kuda-kudanya di Pegasus Stable sangat jinak. Selain Blanco, ada pula Princess Peony (2017) yang lincah dan manja. Hubungan mereka dibangun di atas “bahasa” yang rumit, isyarat kendali yang bernuansa, dan tekanan kaki kuda yang menyimpan pesan. 

Semua ini ialah dialog yang konstan, percakapan yang hening antara penunggang dan kuda di mana milidetik dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan di arena. Membangun kepercayaan antara manusia dan hewan menjadi faktor yang sangat penting. 

“Pihak keluarga sudah buka stable sebelum saya lahir. Pada 1999 saat kecil, saya berkuda untuk seru-seru saja. Awalnya naik kuda poni. Lalu berlanjut latihan trot dan canter karena adik-adik saya juga suka berkuda,” jelas Sembo. 

Dalam berkuda, trot ialah gerakan lari kecil dua ketukan. Biasanya, kaki kuda bergerak secara diagonal sehingga menciptakan gerakan naik-turun yang teratur. Sedangkan canter ialah gaya berjalan kuda tiga ketukan yang dikendalikan. 

Johan Prawiro bersama Maestro Blanco. (Postmodum)

Carter lebih cepat daripada gaya berjalan santai trot. Dan, lebih lambat daripada gaya berjalan cepat (gallop). Canter juga sering disebut sebagai meligas. Dasar-dasar trot dan canter ini menjadikan penunggang pemula untuk lebih dapat mengendalikan kuda. 

Sembo mengakui ada tantangan tersendiri berkuda. Yaitu, menggabungkan naluri kuda dan mental orang. Perlu kerja sama yang terampil. Penunggang harus mampu membuat kuda nyaman. Sehingga, dapat menjadi atlet andal. “Kuda dan penunggang harus bisa kerja sama untuk mendapatkan hasil optimal,” tandas Sulung dari tiga bersaudara, itu. 

Demi menambah ilmu perkudaan, Sembo jauh-jauh terbang dari Indonesia ke Inggris pada 2014 lalu. Ia beruntung karena diterima masuk sebagai mahasiswa Program Studi S1 Equestrian Sports Science, University of the West of England (UWE) Bristol pada 2014-2018. 

UWE Bristol bermitra dengan Gloucestershire College, tempat beberapa mata kuliah mereka diselenggarakan di Kampus Gloucester dan Kampus Cheltenham. Gloucestershire College adalah lembaga terpisah dengan kampusnya sendiri di Gloucester dan Cheltenham. 

“Meski kampus utama (UWE) di Kota Bristol, namun saya spesialisasinya berkuda. Jadi, dapat kampusnya yang di Kota Gloucester. Di sini, saya belajar tentang ilmu pengetahuan perkudaan dan fisika. Semuanya menyenangkan karena ada mahasiswa asing lainnya juga seh dari Asia,” jelas Sembo. 

Kehadiran Sembo di Gloucester sangat menantang. Berbagai ilmu dan riset tentang dunia perkudaan dilakukannya secara cekatan dan serius. Akhirnya, Sembo mampu meraih gelar sarjananya dari Inggris pada 2018 lewat perjuangan yang tak mudah. Ia pun membawa pulang ilmu untuk diterapkan dalam ranah equestrian sports di Tanah Air kini. 

Sebagai penunggang kuda profesional, Sembo pun memiliki kiat-kiat bagi para pemula yang ingin mendalami olahraga menantang nyali ini. Pertama, adanya niat bulat dan tidak pernah setengah-setengah untuk mendalami olahraga berkuda. 

Kedua, jangan pernah menyerah. Perlu kesabaran bagi orang-orang yang ingin serius di dunia perkudaan. “Saya kira teknik dan jam terbang penting. Semakin sering berkuda, otomatis bikin mental kita kian percaya diri dan berani,” paparnya. 

Berkibar saat di PON Jabar 

Dalam kancah equestrian sports, nama Sembo telah tercatat dalam sejarah di tingkat nasional. Ia pernah meraih dua medali pada Show Jumping/Lompat Rintangan Individual Competition Pembinaan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016 di Parongpong, Lembang, Bandung Barat. 

“Pada PON 2016 Jabar, saya ikut mewakili DKI Jakarta, saya dapat dua medali. Medali perak untuk lompat rintangan beregu (1 meter) dan medali emas untuk tanding lompat rintangan individual (110 cm). “Meski saat itu masih atlet junior, tapi saya bangga bisa membawa pulang dua medali,” kenang lelaki kelahiran 13 November 1995, itu. 

Latihan berkuda penuh keceriaan. (Postmodum)

Tak bisa dimungkiri, kehidupan seorang atlet berkuda sangat butuh kedisiplinan. Pagi-pagi sekali, larut malam, perjalanan terus-menerus, dan risiko cedera yang selalu ada. Komitmen keuangan untuk perawatan kuda tanding, tagihan dokter hewan, dan pelatihan bisa sangat besar. 

Namun, bagi sosok seperti Sembo, berkuda sebagai pilihan hidup yang harus dijalani dengan cinta dan kasih. “Fisik dan mental sangat penting. Mental tanding harus terus diasah, baik dalam diri maupun kuda itu sendiri. Saya pernah patah tulang, namun bangkit lagi dan tetap semangat,” tuturnya, sedikit berfilosofi. 

Kuda memiliki kemampuan bawaan untuk mengajarkan kesabaran, ketangguhan, dan empati. Mereka mencerminkan emosi manusia, menuntut kejujuran, dan keaslian yang bisa sangat transformatif. 

Bagi banyak penunggang kuda, kandang menjadi gedung perlindungan, tempat di mana tekanan dunia luar memudar, digantikan oleh kehadiran sahabat kuda mereka yang menenangkan. 

Saat matahari terbenam di atas kandang Pegasus Stable, ada bayangan panjang melintasi padang. Blanco, si “kebiri berdarah panas” dan teman-temanya pun puas mengunyah jerami malam. Tubuh yang kuat sekarang rileks setelah seharian berlatih. (P-1)

Leave a Comment

Recent Article